Sabtu, 28 Juli 2012

Pembantaian umat muslim Rohingya di myanmar

                    pembantaian umat muslim Rohingya di myanmar


                    Sejumlah pengungsi Muslim yang melarikan diri dari wilayah Arakan di Burma mengisahkan rincian pengalaman menyedihkan dan menyakitkan yang mereka alami selama berada di tangan ekstremis umat Budha, sebelum mereka melarikan diri ke kamp pengungsi di Bangladesh.
Kaum Muslim Rohingya yang menderita diskriminasi agama dan etnis di Burma terus mengalir ke Bangladesh, di mana mereka meninggalkan semua apa yang dimiliki di belakang mereka. Mereka harus menempuh perjalanan yang sulit untuk bisa menyelamatkan kehidupan mereka, hingga akhirnya mereka sampai di kamp-kamp yang berada di perbatasan Bangladesh.
Ubaida Khatun, salah satu pengungsi yang baru beberapa hari lalu tiba di Bangladesh mengisahkan apa yang dialaminya selama ia berada di negerinya. Ia menjelaskan bahwa rumahnya diserang, dan para penyerang membunuh suaminya, adiknya serta menyiksa dirinya hingga mereka mengira bahwa dirinya telah mati, lalu melemparkannya ke tepi sungai.
Ubaidah Khatun menegaskan bahwa kaum Muslim Myanmar tidak memiliki kesempatan untuk mengubur kaum Muslim yang meninggal, sebab mayat mereka dimasukkan ke dalam gerobak dan dibawanya ke tempat-tempat yang tidak diketahui.
Ubaidah mengingatkan bahwa anak-anak perempuan yang paling banyak mengalami penyiksaan, di mana mereka diperkosa dan disiksa sampai mati; begitu juga para balita mereka lemparkan, seperti mereka melemparkan batu.
Ubaidah menegaskan bahwa sudah tidak ada lagi apa yang bisa dimakan di Arakan, di mana kaum Muslim di sana terpaksa makan batang-batang pohon pisang, yang pada gilirannya akan habis juga.
Dalam konteks yang sama, Abdul Kalam yang sudah lebih lama berada di kamp tersebut juga mengisahkan apa yang dideritanya. Ia mengatakan bahwa kaum Muslim tidak bisa pergi ke pasar untuk mendapatkan kebutuhannya, dan mereka juga tidak bisa bekerja. Sehingga siapa saja dari mereka yang pergi untuk bekerja, maka ia akan menghadapi penyerangan, seperti yang terjadi pada dirinya ketika ia ditikam dengan pisau karena ia pergi bekerja, dan kemudian ia dilemparkan ke dalam penjara dengan tuduhan melakukan pencurian.
Abdul Kalam mengatakan bahwa dalam periode belakangan ini rumah-rumah kaum Muslim menjadi target pelemparan bom molotov, sebab sudah tidak ada lagi pengakuan akan hak kaum Muslim untuk hidup di Burma.


Kaum Muslim Teluk Arakan menghadapi berbagai aksi kekerasan dan pembunuhan massa oleh kelompok ekstrimis Budha. Dimana sumber HAM smenegaskan bahwa jumlah kaum Muslim yang meninggal di Burma telah mencapai 20 ribu akibat penyerangan terhadap mereka yang dimulai sejak bulan Juni lalu oleh kelompok ekstrimis Budha yang berkolusi dengan pihak penguasa.
Bahkan Amnesty International mengakui bahwa kaum Muslim di Burma menjadi sasaran pelanggaran oleh kelompok-kelompok ekstrimis Budha, dengan disaksikan oleh pemerintah.
Amnesty mengatakan: “Kaum Muslim di wilayah Rakhine, yang terletak di sebelah barat Burma menghadapi berbagai penyerangan dan penahanan membabi buta dalam beberapa minggu, yang kemudian disusul oleh berbagai aksi kekerasan di wilayah tersebut.”
Seorang juru bicara Amnesty mengatakan: “Sejak itu, ratusan orang ditangkap di daerah-daerah di mana kaum Muslim Rohingya tinggal.”

1 komentar: